Kamis, 24 Desember 2020
RENUNGAN SPESIAL HARI NATAL (4)
Ayat Bacaan Hari ini: Matius 1:18-25
Ayat Hafalan: Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Matius 18:20
(Sambungan…)
Orang rela mengeluarkan jutaan rupiah untuk membeli baju, sepatu, mengecat rambut, membeli hiasan natal, makanan dan minuman dari pada menyisihkan dana untuk mengambil bagian dalam rencana penyelamatan Allah bagi dunia, seperti membangun sekolah, membantu yang miskin, yang terpinggirkan dan mereka yang terkurung dalam dosa. Kalaupun ada, porsinya hanya sebagian kecil bahkan mungkin sisa dari uang belanja dan pesta kita. Itupun sering hanya dari kita untuk kita; pembagian diakonia natal; beras, minuman yang ditujukan bagi anggota jemaat yang rajin saja. Tidak pernah dari kita untuk “orang lain” yang belum tersentuh oleh kasih kemurahan Tuhan yang menyelamatkan.
Perayaan ini menjadi ajang bergengsi, untuk memamerkan gaya hidup konsumtif kita dan tidak lagi memancarkan kekudusan, ketaatan dan kesederhanaan hidup. Jujur kita akui bahwa pemborosan, pemabukan, dan perjudian lebih banyak terjadi di hari natal, hari yang kudus ini. Tiap hari merayakan ibadah menyambut natal namun tidak menyentuh keberimanan kita. Dosa-dosa tahunan makin bertambah bukan berkurang. Apa yang salah? Tentu bukan Natal Yesus, tapi cara kita yang keliru. Image kita tentang natal identik dengan pesta. Daya beli masyarakat kian meningkat, dan tuntutan keinginan makin tinggi. Bila kita terbiasa menggunakan kartu kredit, gesek dan gesek, maka bukan sukacita yang akan kita rasakan, melainkan sepanjang tahun hidup kita akan tergesek-gesek. Baru terima gaji langsung bayar utang. Hidup seperti ini membawa diri dalam tekanan atau cobaan. Kita perlu merubah “mindset” (pola berpikir) kita dalam merayakan natal, dengan mengembalikannya pada tataran nilai awal, rencana Allah untuk menyelamatkan kita dari dosa dan bukan untuk menghadirkan “dosa-dosa baru” dalam konteks “sekali setahun”
Nama Imanuel (Yunani = Emmanuel) berarti Allah menyertai kita, diberikan mereka kepada Yesus. Siapa mereka? Tidak diceritakan siapa yang memberikan nama ini kepada Yesus, namun kata mereka menunjuk kepada umat manusia yang menerima Yesus sebagai penggenapan janji Allah. Konotasi pemberian nama ini berkaitan dengan peran/fungsi. Allah hadir senantiasa dalam diri anak-Nya untuk berada bersama kita. Allah ada untuk kita. Dialah Imanuel, di dalam Yesus Kristus.
Kalau demikian, Yesus bukan hanya kado Allah di hari Natal, setiap tanggal 25 Desember, melainkan hadiah sepanjang hidup. Allah yang menyertai kita; di mana pun, kapan pun dan dalam suasana apapun. Allah memberikan kita Yesus sebagai perwujudan penyertaan-Nya yang tak berkesudahan, selalu setia mendampingi kita, siang-malam, suka-duka, sehat-sakit. Untuk itulah kita harus bersyukur dan bersorak-sorak bagi Tuhan.
Sukacita itu tidak boleh terkurung pada ruang kita, rumah kita, gereja kita saja, tapi harus menyentuh realitas hidup kita setiap hari dan kepada setiap orang yang kita jumpai. Kita tak perlu menjadi “Sinterklas” tahunan, ODN (Orang Dermawan Natal), tapi kita perlu menghadirkan kehendak Kristus di sepanjang waktu (Long life for Christ).
Maukah kita melakukannya? Yusuf dan Maria menjadi contoh bagi kita. Mereka bersedia memikul tanggung jawab dengan segala konsekuensinya. Kiranya kita pun mau melakukannya sebagai perwujudan syukur dan terima kasih atas hadiah Allah yang terbaik, yaitu Yesus Kristus, sang Imanuel.
No responses yet