Jumat, 08 Januari 2021
RENUNGAN SPESIAL: AWAL TAHUN BARU 2021 (5)
Ayat Bacaan Hari ini: Ratapan 3:1-66
Ayat Hafalan: Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap: Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! Ratapan 3:21-23
(Sambungan…)
Orang jaman dulu, seperti para ksatria atau pendekar, adalah mereka yang memiliki keberanian ekstra dibanding orang pada umumnya. Keberanian mereka yang luar biasa telah menambah bukan saja kekuatan yang ekstra tetapi juga daya tahan yang luar biasa. Karena keyakinan sebagai ksatria, mereka tidak akan mengeluh, dan akan menahan rasa sakit dengan seluruh tenaga yang tersisa. Mereka tidak boleh tampak lemah, karena kelemahan adalah musuh sejati mereka. Mereka memang menang dan selalu menjadi pemenang, bahkan di kematiannya sekalipun. Namun, hidup mereka hanya terpusat pada diri sendiri, karena mereka sangat lemah untuk berbagi. Mereka menjadi robot berdaging yang kehilangan rasa cinta dan kelemahlembutan sekalipun kaya patriotisme. Mereka tak lagi menjadi manusia yang utuh. Anak, istrinya bisa kehilangan sang ksatria karena konsekuensi sikap yang dipilihnya.
Di sisi lain, apalagi jika iman yang dijadikan dalih untuk optimis, dan menambahkan kata-kata “kita harus percaya Allah pasti bisa menolong”. Ini lebih mengerikan lagi, karena Allah pun mau “diatur” supaya tunduk pada keyakinan umat. Sangat banyak pengkhotbah mengacaukan nalar yang juga adalah anugerah Allah, mengabaikan, bahkan menghanyutkan jemaat pada emosi yang tidak terkendali atas nama kalimat “Allah pasti bisa menolong. Kalau sakit, pegang dan percayalah maka sakitmu akan sembuh”. Mereka lupa, atau mungkin tidak membaca, kisah Paulus yang minta tolong agar Allah mencabut duri dari dalam tubuhnya. Namun Allah tidak pernah mengabulkannya sekalipun Paulus telah tiga kali memintanya. Akhirnya Paulus berkata, “Di dalam siksaan aku senang oleh karena Kristus, sebab jika aku lemah maka aku kuat” (2 Korintus 12:10).
Allah pasti bisa menolong, itu sudah pasti! Tidak mungkin Allah tidak bisa menolong, karena tidak ada yang mustahil bagi Allah. Namun jangan lupa, Allah juga punya rencana yang tidak dapat kita pahami kini, melainkan nanti. Paulus tak mendapatkan apa yang dia inginkan, namun mendapatkan yang lebih baik, yaitu konsep iman yang terus diperbaharui, sekalipun tetap dalam penderitaan. Juga harus diingat, pasti Allah tidak bisa menolong kita untuk berbuat dosa, karena DIA adalah Allah yang suci. Jadi, ada yang Allah tidak bisa, namun manusia bisa (2 Timotius 2:13). Karena itu, iman seharusnya sejalan dengan nalar yang telah diperbaharui oleh Roh Kudus (Efesus 4: 23-24), bukan suka-suka kita, atau sekadar percaya. Artinya, apa yang diimani itu harus bisa dinalar oleh manusia sebagai umat yang telah ditebus. Nalar berasal dari Allah, anugerah Allah, yang diberikan agar umat bisa mengerti apa yang menjadi ketetapan-ketetapan Allah, sekaligus untuk menguji berbagai pendapat tentang DIA, agar umat tidak tersesat (1 Tesalonika 5: 21-22). Nah, ini berarti beriman bukan sekadar beriman, tetapi juga bernalar, tetapi nalar yang harus tunduk pada iman yang benar, yaitu iman yang berpusat kepada Allah sang pencipta, pemelihara dan penebus yang kekal dan maha-segalanya.
Kembali kepada harapan baru, di tahun baru. Sebagai orang beriman kita harus menyadari kasih setia Allah selalu baru setiap hari (Ratapan 3:21-23). Namun, baru tidak berarti yang sedikit bertambah banyak, atau yang tidak tenang menjadi tenang, bahkan bisa sebaliknya. Jadi, arti harapan baru di sini tidak sama dengan pemahaman umum. Tetapi, sekalipun fenomena yang tampak tidak baik, Allah tetap baik, tidak ada yang salah dalam karya-NYA. Nah, jadi apa yang dimaksud dengan harapan baru, atau, lebih baik dari tahun lalu, jelas sudah. Awas, jangan terjebak pada fenomena, atau terbawa arus nilai relatif dunia. Anda berpikir harus berbeda. Selamat baru karena memang Anda sudah baru sejak menjadi milik Kristus, dan, terus-menerus diperbaharui, supaya tetap baru.
No responses yet