Rabu, 27 Oktober 2021
MEMILIH UNTUK MENGAMPUNI (3)
Ayat Bacaan Hari ini: Matius 18:21-35
Ayat Hafalan: Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Matius 18:21-22
Biasanya kita sulit membayangkan manfaat pengampunan ketika kita merasa sakit hati dan marah karena perbuatan orang lain terhadap kita. Kesediaan untuk mengampuni orang lain akan menjadi lebih sulit jika tidak ada permintaan maaf atau bahkan pengakuan bersalah dari pihak yang telah menyakiti kita. Kesulitan dalam memaaafkan seringkali disebabkan anggapan bahwa pengampunan itu merupakan hadiah bagi orang yang telah menyakiti kita. Orang berpikir, bagaimana mungkin orang sudah bersalah kepada kita, lalu seenaknya mau diampuni! Padahal sebenarnya mengampuni adalah hadiah untuk diri kita sendiri.
Ketika kita memilih untuk mengampuni, kita menuai manfaat yang tidak terbatas dari pengampunan. Maka ketika Petrus bertanya, “Tuhan sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” (Matius 18:21), Yesus memberi jawaban lain. “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali”. (Matius 18:22). Yesus mau menyampaikan manfaat dan berkat yang tidak terbatas bagi orang yang bersedia mengampuni sesamanya.
Apakah pengampunan itu? Pengampunan seperti apa yang dimaksudkan oleh Yesus kepada para pengikut-Nya? Pengampunan adalah tindakan atau pilihan untuk melepaskan pelaku dari hukuman kita dan memercayakan semuanya kepada Tuhan. Kamus mendefinisikan pengampunan sebagai “pembatalan hutang”. Kita semua percaya, bahwa kita semua diampuni atas pelanggaran kita melalui Kristus rela mati di kayu salib. Pekerjaan Yesus di kayu saliblah yang membatalkan hutang kita.
Pengampunan dari Yesus adalah tanpa syarat. Kita harus bisa memaafkan kesalahan orang lain terlepas dari apakah sang pelaku meminta maaf atau mau bertanggung jawab. Dengan kata lain, kemampuan kita untuk memaafkan tidak bergantung pada tindakan orang lain. Kitab Suci menulis, “Bersikaplah baik satu sama lain, lembut hati, saling mengampuni sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu” (Efesus 4:32). ”Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian” (Kolose 3:13). Jawaban Yesus kepada Petrus, maupun pesan Kitab Suci, menawarkan sebuah pilihan hidup. Memilih untuk mengampuni berarti kita memilih untuk menikmati manfaat pengampunan.
Pengampunan membawa ‘berkat’. Yesus menjawab, “berbahagialah, mereka yang mendengar firman Tuhan dan menaatinya”(Lukas11:28). Tidak memaafkan adalah beban yang berat juga. Hal tersebut tetap bersama kita dan melelahkan kita, memengaruhi banyak aspek kehidupan kita. Ketidakmengertian mengikis kesehatan kita dan menumbuhkan kepahitan dan kebencian. Beban tidak bisa mengampuni akan terus bertambah – menyakiti diri kita sendiri lebih dari orang lain.
Maka pengampunan itu membebaskan kita dari ‘beban’ yang menggerogoti diri dan hidup kita. Pengampunan meningkatkan kualitas kesehatan fisik, seperti menjaga detak jantung, hipertensi, dan lain sebagainya. Pengampunan menciptakan rasa damai, tidak berprasangka buruk, sedia memberi senyum dan memberikan tempat di hati kita untuk orang lain.
No responses yet