Senin, 22 April 2024
IMAN MENGALAHKAN PIKIRAN NEGATIF (1)
Ayat Hafalan Hari ini: Galatia 6:1-18
Ayat Hafalan: Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Galatia 6:7
Berpikir negatif itu mudah sekali, apa lagi pada zaman di mana segala macam informasi bisa masuk jangkauan kita dalam hitungan detik. Buka saja Facebook dan hitung saja berapa banyak posting yang berisi ujaran kebencian. Buka saja Twitter dan lihat berapa kali ada yang twitwar. Lihat juga Instagram dan periksa berapa yang menyindir, disindir balik, dan balas menyindir. Era informasi memudahkan segala sesuatu masuk ke dalam pikiran kita, termasuk segala sesuatu yang berbau kebencian.
Sadar atau tidak, pikiran menentukan hidup kita. Pikiran yang baik dan rohani menuntun kita kepada hidup yang rohani pula. Sebaliknya, pikiran negatif yang jahat dan penuh dosa akan menuntun kita kepada hidup yang penuh dosa, sesat, dan terhilang. Pikiran kita adalah medan tempur antara Tuhan dan Iblis. Sepanjang hari, kita akan terus disodori pilihan: Benar atau salah? Baik atau buruk? Kudus atau dosa? Galatia 6:7 menandaskan, “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang dituainya.” Pikiran kita tidak netral; ia akan mengikuti apa yang “ditaburkan” di dalamnya. Jangan heran, jika kita susah berpikir baik, jika sepanjang hari kita menabur kejahatan di dalam pikiran kita. Analoginya sederhana: saya menabur biji mangga di belakang rumah saya. Dalam waktu 4-5 tahun, pasti pohon mangga yang tumbuh di sana. Tidak masuk akal, dong, jika saya berharap pohon duren yang tumbuh?
Sama saja dengan pikiran. Jika kita membiarkan hal-hal macam kebencian, percabulan, kebohongan, kejahatan, atau tipu daya masuk ke dalam pikiran kita, maka hal-hal itulah yang akan menguasai pikiran kita.
Bagaimana berpikir kudus di tengah dunia yang penuh dosa?
Akan tetapi: dunia ini sudah terlanjur cemar dan berdosa. Bagaimana kita dapat memikirkan kebenaran ketika dunia gemar dengan kesalahan?
Tuhan menginginkan agar kita semua hidup kudus. Lebih lagi dari itu, Ia memanggil kita semua untuk menjadi bangsa pilihan-Nya, menjadi “bangsa imamat yang rajani” (1 Pet. 2:9). Dan sudah tentu itu termasuk pikiran kita. Akan tetapi, kita pun tahu bahwa hidup kudus itu sulit. Yesus sendiri berkata bahwa pintu menuju kebinasaan begitu besar, sedangkan pintu menuju hidup kekal itu sesak dan sempit. Belum lagi kalau sudah bicara memikul salib dan menyangkal diri.
Begitu besarnya pertentangan antara kebenaran dan dosa, bahkan Paulus sendiri pun sampai berkata, “Aku, manusia celaka! Siapakah yang dapat melepaskan aku dari tubuh maut ini?” di Roma pasal 6. Sebelumnya, ia sendiri berkata bahwa ia menjadi “tawanan hukum dosa” untuk menggambarkan betapa beratnya perjuangan untuk hidup kudus itu. Itulah kenyataannya; dunia penuh dengan dosa, bahkan daging kita pun selalu ingin berbuat dosa, sementara kita harus berusaha melawan kedua hal tersebut.
Alexander Pope berkata,
“Vice is a monster of so frightful mien, as to be hated needs but to be seen; yet seen too oft, familiar with her face, we first endure, then pity, then embrace.”
(Dosa adalah monster yang mengerikan, karena kita harus membencinya, kita harus melihatnya; tetapi, karena kita sudah terlalu kenal dengan wujudnya, kita melawan dia, kemudian kita mengasihani dia, lalu memeluknya). Betapa mudah kita tidak lagi mengenali dosa sebagai dosa, hanya karena masalah waktu. Tidaklah mengherankan, karena dosa akan selalu mengintai kita dan mengejar kita, sampai kita kembali kepada Tuhan.
Lantas, kembali lagi ke soal pikiran, bagaimana mungkin kita menjaga pikiran kita dari pikiran negatif? Menjaganya tetap kudus dan murni, ketika iblis dan daging menyerang kita setiap setiap saat? Bagaimana kita tetap bisa kudus dalam pikiran ketika kita menemukan hoax ataupun posting yang triggering di Facebook atau WhatsApp? Bagaimana tetap bersih ketika berhadapan dengan atasan yang mudah sekali marah atau tersinggung? Lalu, bagaimana cara tetap suci ketika pasangan kita kelihatan keras kepala? Bagaimana bisa menjaga kekudusan ketika orang yang kita benci tiba-tiba datang lagi?
Berserah, bukan menyerah
Untunglah Tuhan masih memberi kita jalan keluar. Ia tahu penderitaan kita, Ia merasakan apa yang kita alami, sehingga kita dapat memiliki harapan. Sebagaimana dituliskan dalam kitab Ibrani,
“Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah Imam Besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita {…} Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.
-Ibrani 4:15
Yesus sudah terlebih dahulu merasakan penderitaan dan pencobaan, sehingga kita dapat melihat kepada Dia di saat kita dicobai. Yesus mengerti dan memahami apa yang kita rasakan, karena dahulu pun Ia merasakannya. Bedanya, Ia berhasil lepas dari semua pencobaan itu karena Ia sanggup untuk tidak berbuat dosa; malah, Ia yang kemudian dikorbankan untuk menebus dosa-dosa manusia.
Melawan dosa itu tidak bisa dilakukan sendirian. Saya masih bisa jatuh ke dalam dosa, tetapi Yesus tidak. Oleh karena itu, apa yang bisa saya lakukan? Tentu saja, berserah kepada Yesus! “Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus […] (2 Kor. 10:5). Cara terbaik untuk menaklukkan pikiran yang penuh dosa adalah dengan menyerahkannya kepada Yesus, karena Ialah satu-satunya Pribadi yang paling mampu memberi kita kuasa atas dosa.
Yesus sudah menang melawan semua macam dosa, termasuk pikiran negatif dan kebencian sekalipun. Itulah mengapa berserah kepada-Nya adalah pilihan pertama yang harus kita buat. Mintalah kekuatan setiap kali godaan itu datang; maka Ia pasti akan menolong kita.
(Bersambung…)
No responses yet