Selasa, 12 Juli 2022

CINTANYA TUHAN (2)

 

Ayat Bacaan Hari ini: Yohanes 21:15-19

 

Ayat Hafalan: Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Yohanes 21:15

 

“I love you” biasanya diucapkan orang kepada orang yang dicintainya. Aku cinta padamu, begitulah ucapan bibir yang seharusnya merupakan ungkapan isi hati orang yang mengucapkannya. Di dunia barat ucapan ini sudah kurang berarti lagi karena banyak penyanyi atau tokoh masyarakat yang gampang-gampangan mengucapkannya didepan publik sekedar untuk membuat kesan baik saja. Enak di telinga, ringan di mulut, kosong di hati.

 

Tuhan Yesus bertanya kepada Petrus apakah Petrus mencintaiNya, mengasihiNya, sampai tiga kali. Tiga kali Petrus menjawab dengan jawaban instan otomatis: “I love you”. Petrus menjawab dengan pikirannya dan bukan dengan hatinya. Pikirannya mendorong dia untuk menjawab demikian karena Yesus adalah guru yang sudah dikenalnya sejak lama. Orang baik yang dikaguminya.

 

Memang soal mencintai seseorang itu tidak mudah. Cinta yang murni, kasih, adalah cinta yang kekal dan tidak tergantung suasana, cinta tanpa pamrih yang mau berkorban. Cinta yang bukan berdasarkan mata dan pikiran, tetapi berdasarkan hati. Cinta yang tidak akan dimiliki manusia jika tidak ada contoh yang diberikan Tuhan. Sebagai orang Kristen kita tahu dan sering membaca betapa besar kasih Tuhan kepada kita. Dengan pikiran, kita mungkin bisa menerima hal itu, karena iblis pun tahu bahwa Tuhan mengasihi dan melindungi umatnya (Ayub 2: 4-6). Tetapi mungkin kita belum bisa merasakan makna dan konsekuensinya dalam hidup kita.

 

Cinta dan kasih mudah didefinisikan, tetapi apa yang ada dalam pikiran belum tentu ada dalam hati manusia. Seringkali manusia mencintai orang lain karena “naluri” seperti cinta orang tua kepada anak, “keharusan” seperti dalam hubungan kekeluargaan, “kebiasaan” seperti dalam hubungan antara atasan dan bawahan, dan “kepantasan” seperti ajaran etika dan budaya. Yesus tahu bahwa Petrus masih belum sepenuhnya menggunakan hatinya dalam menjawab pertanyaanNya pada saat itu. Memang Petrus sering hanya memakai pikirannya sendiri selama mengikut Yesus.

 

Pagi ini, pertanyaan Yesus kepada kita adalah pertanyaan yang dulu ditujukan kepada Petrus: “Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Ia bertanya apakah kita mengasihi Dia lebih dari pada siapapun dan apapun, di sepanjang waktu, baik dalam keadaan senang maupun duka. Tidaklah mudah bagi kita untuk menjawab pertanyaan ini dengan hati kita.

 

Mungkin, seperti Petrus kita bisa menjawab “ya” dengan mulut atau pikiran kita. Tetapi untuk menjawab dengan benar kita harus mempunyai iman dan pengharapan kepadaNya, bahwa Dialah yang lebih dulu mengasihi kita dan menebus dosa kita. Dialah yang menjadi harapan kita di masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Untuk bisa menjawab dengan “ya”, seorang juga harus mempunyai hidup baru dan meninggalkan hidup lamanya. Meninggalkan hal-hal yang dulunya menjadi “kekasih” kita, entah itu diri kita sendiri, orang lain, harta kita, pikiran kita ataupun apa saja yang menghalangi kita untuk menjawab dengan hati kita. Hidup baru juga berarti mau bekerja untuk kemuliaan Tuhan.

 

Petrus pada akhirnya menyadari bahwa untuk menjawab “ya” tidaklah semudah yang dibayangkannya. Ia sendiri melihat kegagalannya dalam membuktikan janjinya – dengan tiga kali menyangkali Yesus. Tetapi Petrus menjadi manusia baru sepenuhnya setelah melihat penderitaan-penderitaan Yesus untuk menebus dosa manusia. Dengan penguatan Roh Kudus, Petrus bahkan menjadi seorang martir yang memegang janji kasihnya sampai akhir hayat. Bagaimana pula dengan kita?

 

“Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita”. 1 Yohanes 4: 19

Category
Tags

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *